2024-07-14 HaiPress
iDoPress - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) bersama Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa menandatangani perjanjian kerja sama perlindungan,pemulihan dan pelestarian pesisir serta pulau kecil di seluruh wilayah Indonesia di Pulau Pari,Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan,Kabupaten Kepulauan Seribu,Jakarta,Senin (8/7/2024).
Inisiatif tersebut dimulai dengan menanam 1.000 bibit mangrove di Pulau Pari. Agenda dilanjutkan dengan penanaman bibitmangrove ke pesisir utara Pulau Jawa serta diteruskan ke provinsi lain di Indonesia.
Kerja sama tersebut merupakan inisiatif gerakan kolaborasi yang bertujuan menguatkan dan mendukung penguatan kampanye advokasi lingkungan hidup. Kegiatan ini diharapkan mendapatkan dukungan luas dari masyarakat.
Isu kunci dalam kerja sama tersebut adalah perlindungan dan pemulihan lingkungan hidup,khususnya di pesisir-pulau kecil. Isu lain yang menjadi prioritas adalah mitigasi dan adaptasi krisis iklim serta konservasi alam di wilayah Indonesia.
Deputi Direktur 1 Program Sosial Budaya Dompet Dhuafa Juperta Panji Utama mengatakan,Pulau Pari dekat dengan mantan ibu kota negara Indonesia,Jakarta. Kawasan ini merupakan pusat kekuasaan,kebijakan,serta keputusan negara Indonesia.
“Jika kebijakan yang dekat dengan pusat kebijakan tidak berpihak pada kepentingan masyarakat,bisa dibayangkan mungkin ada hal-hal serupa di tempat yang lebih jauh lagi,” kata Juperta dalam siaran tertulis yang diterima Kompas.com,Minggu (14/7/2024).
Panji mengatakan,abrasi pantai-pantai di Pulau Pari sudah tinggi. Selain itu,selama ini masyarakat Pulau Pari mengelola lingkungannya secara mandiri.
Baca juga: DMC Dompet Dhuafa Gelar Pelatihan Penanggulangan Bencana Berbasis Masjid di Sragen
Oleh karena itu,pihaknya bekerja sama dengan Walhi untuk mengendalikan abrasi pesisir Utara Laut Jawa selama lima tahun.
“Setiap tahun kami evaluasi. Kalau bisa kerja samanya terus berlanjut. Meski demikian,kerja sama ini jangan terbatas pada waktu,tapi bagaimana kami mencapai tujuan yang ingin dicapai,” ujarnya.
Dompet Dhuafa berharap dapat bekerja sama dengan lebih banyak pihak lain,terutama dengan masyarakat dan pihak yang terdampak kerusakan lingkungan serta krisis iklim.
“Semua pihak harus terlibat,bersatu,serta melihat bahwa ini adalah musuh bersama kita,” kata Panji.
DMC Dompet Dhuafa sendiri telah melakukan upaya pendampingan suatu kawasan agar mampu tangguh dalam menghadapi bencana,baik akibat alam maupun dampak dari krisis iklim.
Adapun pendampingan yang sudah dilakukan adalah program Kawasan Tanggap dan Tangguh Bencana (KTTB) di wilayah Lebak (Banten),Ciliwung (Jakarta),Gunungkidul (DIY),Demak (Jawa Tengah),Pacitan (Jawa Timur),Lombok (NTB),dan Ternate (Maluku Utara).
DMC telah melakukan ragam upaya dalam pelestarian lingkungan dan mitigasi risiko bencana di Desa Sidomulyo,Kabupaten Pacitan. Di sana,DMC dan masyarakat melakukan penanaman bibit mangrove guna mengatasi ancaman abrasi air laut yang terus menggerus daerah pesisir. Hal ini berisiko menghancurkan ruang hidup warga sekitar pantai.
Direktur Eksekutif Walhi Nasional Zenzi Suhadi mengatakan,kerja sama tersebut merupakan persatuan antara dua gerakan yang memobilisasi nilai dan moral kemanusiaan dan gerakan yang melindungi memajukan hak manusia atau lingkungan.
Menurutnya,filosofi Dompet Dhuafa adalah menghimpun dan mengarahkan sumber daya manusia untuk memelihara dan memajukan nilai-nilai moral kemanusiaan dan termasuk lingkungan.
DOK. Dompet Dhuafa. Kolaborasi WALHI dan DMC Dompet Dhuafa dorong perlindungan dan pemulihan wilayah pesisir dari ancaman bencana iklim dengan langkah menanam 1000 bibit mangrove yang diawali di kawasan Pulau Pari,Kepulauan Seribu,pada Senin (8/7/2024).
Kerja sama tersebut berpotensi menjadi cikal bakal pembangunan nilai-nilai universal dan moral manusia di masa depan.
“Ketika kami berhasil menerjemahkan apa yang kita tandatangani hari ini,pertemuan hari ini bukan sekadar dua coretan tangan pemimpin organisasi,” kata Zenzi.
Zenzi melanjutkan,pihaknya memaknai pertemuan tersebut sebagai perkawinan dua anggota gerakan yang ingin mewujudkan hak terhadap semua yang ada di muka bumi ini.
Menurutnya,kehancuran di muka bumi ini karena hak manusia atas lingkungan terancam akibat kesewenang-wenangan oknum. Ia mencatat,seluruh negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) membicarakan perubahan iklim hampir 30 tahun.
“Saat para pemimpin dunia itu bertemu selama 30 tahun,artinya pelepasan emisi,perubahan iklim,serta suhu rata-rata harian bumi meningkat,” ujarnya.
Zenzi menilai,masyarakat tidak bisa hanya menggantungkan harapan keselamatan bumi dan hak generasi berikutnya pada kepemimpinan politik. Masyarakat harus menggantungkan harapan keselamatan bumi dan hak antargenerasi itu kepada kesadaran publik secara luas.
Pertemuan Walhi dan Dompet Dhuafa akan melahirkan jembatan sehingga publik bisa terlibat menyelamatkan alam. Ia berharap,kerja sama ini menjadi momentum yang harus dirawat.
12-16
11-27
11-23
11-17
10-28
10-23