2024-08-09 HaiPress
JAKARTA,KOMPAS.com - Karyawan swasta asal Lubang Buaya,Bachtiarudin Alam (28),mengatakan,rakyat akan menjadi korban kemunduran demokrasi jika Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta hanya melawan kotak kosong.
Sebab,jika semua parpol bergabung dalam satu koalisi,artinya tidak ada pihak yang menjadi oposisi.
“Itulah realitas politik yang ada. Ketika tidak ada ada oposisi,maka semua partai hanya ingin mengekor kepada kekuasaan,” kata Bachtiarudin kepada Kompas.com,Jumat (9/8/2024).
Baca juga: Kotak Kosong di Depan Mata,Anies Masih Menganggap Spekulasi
“Yang jadi korban adalah rakyat,karena disajikan hasil politik pragmatis demi kepentingan para elite partai politik,” tutur dia.
Padahal,Bachtiarudin berujar,masih banyak calon pemimpin yang memiliki basis suara di Jakarta.
Sayangnya,potensi itu bisa tenggelam begitu saja demi kepentingan parpol.
“Dalam demokrasi,memang semua ditentukan oleh rakyat. Tapi kan,soal siapa saja yang bakal dipilih,itu ditentukan partai,” ucap Bachtiarudin.
Pengemudi ojek online (ojol) bernama Herman (60) berpendapat,potensi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Jakarta melawan kotak kosong sangat tidak baik untuk keberlangsungan demokrasi.
Baca juga: Wacana Kotak Kosong Pilkada Jakarta,Warga: Tak Baik buat Demokrasi,Warga Tak Punya Pilihan
Pasalnya,masyarakat tidak memiliki pilihan dalam menentukan pemimpinnya.
“Pilkada Jakarta yang berpotensi melawan kotak kosong,ya enggak baik sih buat demokrasi. Soalnya,masyarakat enggak bisa memilih,” kata Herman.
“Kalau lebih banyak pasangan,lebih bagus demokrasinya,lebih kelihatan. Masyarakat bisa memilih,” ujar Herman.
Herman justru mengungkit soal pilkada di masa lalu yang diangkat oleh presiden setelah diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi.
“Kalau satu doang,itu bukan demokrasi. Lebih baik ditunjuk saja langsung sama presiden kayak dulu,bukan masyarakat yang pilih,” celoteh dia.
Baca juga: Tolak Kotak Kosong pada Pilkada Jakarta,Warga: Demokrasi Hilang,Enggak Ada Lawan Ya Sama Saja Bohong…
Senada dengan Herman,sopir angkot di Pasar Minggu bernama Hasan Basri (55) keberatan jika Pilkada Jakarta hanya satu paslon saja.
Alasan Hasan juga serupa dengan Herman,yakni demokrasi.
11-17
10-28
10-23
10-15
10-15
10-14