2024-07-10 HaiPress
iDoPress - Teknologi kecerdasan buatan/artificial intelligence (AI) menjadi "senjata" baru bagi para pemuda Kenya yang menentang pemerintah.
Di tengah situasi pasca-kerusuhan yang pecah 27 Juni lalu,para pemuda di Kenya yang didominasi generasi Z/Gen Z (kelahiran 1997-2012),memanfaatkan AI dan alat digital lainnya untuk melancarkan protes ke pemerintahan Presiden William Ruto.
Protes berskala nasional ini dipicu oleh disahkannya RUU Keuangan tahun 2024 yang akan menaikkan pajak di beberapa sektor.
Kenaikan pajak tersebut dinilai memberatkan para pekerja yang sebelumnya sudah dikenai pajak berlebihan.
Salah satu tool AI yang digunakan Gen Z untuk menyuarakan protes mereka adalah chatbot bernama Corrupt Politicians GPT. Chatbot ini bisa digunakan untuk mengungkap kasus-kasus korupsi yang melibatkan politisi di Kenya.
Baca juga: Cloudflare Punya Senjata untuk Blokir Bot AI di Web
Ada pula chatbot Finance Bill GPT yang membantu pengguna memahami RUU kenaikan pajak yang kontroversial,serta potensi dampaknya terhadap harga-harga barang,sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Semafor,Selasa (9/7/2024).
Kedua chatbot itu dibuat menggunakan ChatGPT API buatan OpenAI.
Gen Z juga memanfaatkan AI untuk membuat konten berupa gambar,lagu,dan video untuk menggelorakan protes mereka ke ke masyarakat lebih luas. Konten-konten itu didistribusi ke platform digital,seperti X (dulu Twitter) dan TikTok.
Di media sosial,mereka juga memanfaatkan segala fitur,seperti membuat siaran Space di X dan live streaming untuk membagi titik koordinat dan mobilisasi demonstran lainnya.
Mereka juga meramaikan tagar,seperti #OccupyParliament (duduki parlemen) dan #RejectFinanceBill2024 (tolak RUU keuangan 2024) sehingga menjadi trending di negara tersebut.
Beberapa orang juga membuka urun daya (crowdfunding) di paltform digital untuk biaya demonstrasi,sekaligus membujuk lebih banyak orang untuk mau turun ke jalan di kawasan pusat bisnis Nairobi,ibu kota Kenya.
Tak cukup sampai di situ,mereka juga meretas situs web pemerintah dan mendisrupsi layanan.
Mereka juga membocorkan nomor telepon para politikus agar pengunjuk rasa bisa membombardir spam via SMS dan WhatsApp. Aksi ini sampai membuat lembaga yang mengurus perlindungan data,memperingatkan ke pengunjuk rasa agar berhenti membagikan data pribadi para politisi.
Para demonstran juga membuat situs web bertajuk "Wall of Shame" yang memajang muka para politisi yang mendukung RUU keuangan kontrovesial,sebagaimana dilaporkan Daily Maverick.
Harapannya,situs web ini bisa membuat para politisi "kena mental" dan berubah haluan untuk menentang RUU tersebut.
Demonstrasi digital ini juga meningkatkan trafik aplikasi Zello,yang digunakan para pengunjuk rasa sebagai "walkie talkie" modern. Aplikasi ini konon membantu mereka untuk saling berbagi info secara cepat tentang situasi terkini,termasuk pergerakan polisi penjaga selama aksi demo.
Baca juga: Bukan Cuma Kasih Resep,Virtual Asisten AI Ini Bisa Masak Juga
Aksi protes menentang pengesahan RUU Keuangan 2024 ini mulanya terpusat di Nairobi,kemudian menjalar ke seluruh negeri. Para demonstran melakukan unjuk rasa di berbagai kota besar di Kenya.
Puncaknya,kerusuhan pecah tanggal 27 Juni lalu,di mana para pengunjuk rasa melakukan demo besar-besaran,hingga membakar gedung parlemen.
Aksi unjuk rasa yang berlangsung sejak pertengahan Juni ini telah menewaskan 39 orang dan 360 orang terluka,berdasarkan laporan Kenya National Commision on Human Rights (KNCHR).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
11-17
10-28
10-23
10-15
10-15
10-14